Bukankah Tuhan Menghendaki Korban Binatang?


Tidak, Baik pada perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, Alkitab menentang pembunuhan binatang, dari awal sampai akhir. Pada Perjanjian Lama, Tuhan adalah Kasih - dari Taman Eden yang damai sampai penglihatan akhir zaman oleh para nabi, dimana singa berbaring bersama domba. Pada Perjanjian Baru, seluruh panggilan misi Yesus adalah beroposisi terhadap korban sembahan merupakan inti dari vegetarianisme Yesus, karena binatang yang dikorbankan untuk persembahan akan berakhir sebagai makanan.

Perjanjian Lama
Tidak ada binatang sembahan di dunia Tuhan yang ideal, sebagaimana dilukiskan dalam Taman Eden dan gunung kudus Tuhan sebagaimana dalam penglihatan para nabi ( Yesaya 11). Malah kenyataannya, Taman Eden seluruhnya adalah vegetarian (Kejadian 1:29) dan Tuhan tidak pernah menyerukan korban sembahan (Yeremia 7:22).

Micah, Amos, Yesaya, Yeremia, dan Hosea, semuanya mengutuk korban sembahan. Hosea dan Yeremia menyatakan dengan jelas bahwa manusia yang menciptakan korban sembahan sebagai alasan untuk memakan daging: "Mereka mencintai korban sembelihan; mereka mempersembahkan daging dan memakannya tetapi Tuhan tidak berkenan kepada mereka. Sekarang Ia akan mengingat kesalahan mereka dan akan menghukum dosa mereka." (Hosea 8:13).

Perjanjian Lama telah digunakan untuk membenarkan banyak kekejian, dari perbudakan, pembakaran tulang sihir sampai kekerasan anak dan pelecehan terhadap pasangan hidup. Galileo dihukum oleh Paus dengan cara disiksa sampai dia menarik kembali pernyataan heresinya bahwa bumi mengelilingi matahari, yang bertentangan dengan Kitab Kejadian. Menurut kitab Imamat, tukang sihir dibakar dan pezinah, anak-anak yang tidak taat, dan orang -orang yang melanggar Sabat harus dilempari batu sampai mati. Penderita lepra dan orang cacat dianggap tidak bersih dan dilarang memasuki rumah suci. Salah satunya dikisahkan dalam Kitab Bilangan (15) orang dilempari batu sampai mati karena mengumpulkan kayu pada hari Sabat. Dia dibunuh oleh Musa dan orang-orang Israel karena demikian telah diperintahkan oleh Tuhan. Lot dianggap orang yang beriman, bahkan setelah memberikan anak-anak gadisnya kepada orang-orang di luar gerbang pada kisah dalam Kitab Kejadian (19).

Poinnya di sini adalah bukan Tuhan sadis dan kejam. Tuhan adalah kasih, sebagaimana ditunjukkan oleh sabda-sabda-Nya kepada nabi. Kitab Kejadian lebih merupakan catatan sejarah daripada penjelasan tentang maksud Tuhan dengan perkecualian tentang Taman Eden (dunia ideal Tuhan, dimana kita semua dipanggil untuk memperjuangkannya) dan penglihatan para nabi (dimana Dia memberitahukan kita bahwa untuk mengenali-Nya adalah dengan bersikap adil, berbelas kasih dan rendah hati). Memakan daging merupakan bagian dari kejatuhan, seperti halnya melemparkan batu bagi perzinahan dan moralitas 'mata untuk mata', yang kedua-duanya dikehendaki oleh Tuhan menurut Perjanjian Lama yang dibaca secara sempit tetapi dicela oleh para nabi dan Yesus sebagai salah tafsir.

Perjanjian Baru
Yesus menentang penyelenggaraan korban sembahan, dari tindakan pertamanya (baptisme) sampai yang terakhir (penyaliban). Seluruh hidupnya diabadikan untuk mengkotbahkan belas kasihan dan cinta kasih dan dengan terang-terangan menentang Temple Cult, yang menggunakan korban sembahan. Empat poin berikut terutama relevan.

Pertama, pada masa Yesus, korban sembahan dianggap oleh banyak pihak sebagai satu-satunya metode pengampunan dosa. Orang-orang Yahudi vegetarian radikal melihat hukum abadi Tuhan, hukum Taman Eden dan para Nabi (seperti Hosea 2:18 , Yesaya 11:6-9), dan mendirikan baptisme sebagai pengampunan dosa. Dengan demikian, selama misinya, Yesus berkali-kali menyatakan, dengan mengutip sabda para nabi, bahwa pengikutnya harus belajar memahami tentang apa yang dia sampaikan melalui nabi Hosea, "Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan." (Matius 9:13, 12:6-7). Disini Tuhan berbicara tentang korban sembahan.

Penekanan pada baptisme dalam injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes) dan Kisah Para Rasul tidak memiliki pengaruh yang sama terhadap kita sebagaimana pada abad pertama di Palestina, tetapi orang-orang pada masa Yesus memahami bahwa baptisme mewakili penolakan total terhadap kekejaman dan tumpahan darah yang terjadi pada pembunuhan binatang demi pengampunan dosa. Yohanes Pembaptis mempersiapkan jalan bagi Yesus untuk datang ke padang gurun, "Menyerukan baptisme pertobatan supaya dosa-dosa diampuni". Lukas menjelaskan bahwa "maksud Allah" adalah baptisme untuk pengampunan dosa, "orang-orang Farisi dan ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka karena tidak mau di baptis." Pernyataan ini merupakan penolakan yang sebulat-bulatnya terhadap persembahan korban (dan pola makan karnivora yang mengikutinya) yang tak perlu ditekankan kembali lagi.

Kedua, korban sembahan dilakukan di Bait Allah, dan inilah sebabnya mengapa orang-orang Yahudi yang bervegetarian pada masa Yesus bertentangan dengan Bait Allah. Yesus berbicara dengan konsisten untuk meruntuhkan Bait Allah. Yesus memasuki Bait Allah melempar keluar penukar uang dan pedagang binatang. Dia mengutip Yeremia 7, dimana orang-orang Palestina mengungkapkan sabda Tuhan bahwa dia tidak pernah menginginkan korban sembelihan dan menyatakan hubungan langsung antara korban sembahan dan makan daging. Yohanes Sang Rasul meletakkan poin ini sebagai aksi pertama misi Yesus dan meletakkannya lagi tepat sebelum sabat ("Pada waktu itu hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. Ke gedung pengadilan?"). Jadi Yesus masuk ke Bait Allah dan melarang orang melakukan sembahan korban sebagai makanan Sabat. Poin penting disini adalah orang-orang ini tidak hanya menjual binatang dan tidak hanya untuk persembahan. Mereka juga memakan daging binatang yang telah disembahkan.

Ketiga, Yahudi vegetarian, sebagai satu aspek penting iman mereka, meryakan Paskah yang sepenuhnya vegetarian. Yohanes meletakkan mukzizat perbanyakan yang pertama pada Paskah, tetapi murid-murid yang lain bertanya kepada Yesus hanya, "Dimanakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" tak hanya tidak memikirkan tentang anak domba, yang akan dimakan oleh mereka yang tidak vegetarian sebagai oposisi terhadap korban sembahan. Perjamuan terakhir adalah perayaan Paskah dan juga, tampaknya, vegetarian. Menurut Yohanes, Yesus melemparkan korban sembahan untuk Paskah keluar dari Bait Allah, menunjukkan penolakan yang jelas terhadap pandangan bahwa Paskah memerlukan kematian seekor anak domba.

Keempat, dan terakhir, kematian Yesus di kayu Salib, bagi umat Kristen, adalah pengorbanan terakhir dan pengikut Yesus merayakan kemenangan akan-Nya dengan makanan vegetarian, roti dan anggur.

Korban sembahan tidak pernah menjadi bagian dalam rencana Tuhan, sebagaimana dinyatakan dengan jelas dalam Kejadian 1. Korban sembahan dikutuk oleh Tuhan melalui para nabi dan oleh Yesus pada seluruh karya hidupnya. Penentangan Yesus terhadap korban sembelihan merupakan bukti nyata pola makan vegetariannya.

0 komentar: